Perlawanan Masyarakat Surabaya dalam Pertempuran 10 November 1

App
Brand
Akibat kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, negara tersebut akhirnya menyerah kepada sekutu. Pada tanggal 3 Oktober 1945, Laksamana Madya Shibata Yaichiro tunduk pada sekutu di Surabaya, memerintahkan pasukannya untuk menyerahkan senjata kepada rakyat Indonesia yang bertugas menyerahkan senjata-senjata tersebut kepada sekutu. Pada tanggal 25 Oktober 1945, kapal perang Eliza Thompson milik sekutu mendarat di Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby. Tugas pasukan ini dari AFNEI (pasukan sekutu) adalah untuk merampas senjata dari pasukan Jepang dan menyelamatkan tawanan interniran. Pada kenyataannya, pada 27 Oktober 1945, Tentara Sekutu menyerang penjara Republik untuk membebaskan perwira-perwira Sekutu dan Pegawai RAPWI yang ditahan. Dengan cepat, pasukan sekutu, yang diduga membawa NICA, menguasai lokasi penting seperti lapangan terbang, kantor pos, dan stasiun radio Surabaya, dengan tujuan menguasai seluruh kota. Tindakan ini memicu kemarahan pemuda Surabaya. Setelah mendapatkan persetujuan pemerintah, dikeluarkan perintah perang terhadap badan perlawanan, polisi, dan TKR untuk menghadapi sekutu.
Pada tanggal 28 Oktober 1945, pemuda di bawah pimpinan dr. Mustopo menyerang kamp Belanda dan sekutu. Semangat perlawanan terhadap penjajah digerakkan oleh Bung Tomo, yang menggunakan radio sebagai alat perjuangannya. Jenderal DC. Hawntorn meminta Presiden Soekarno untuk menghentikan pertempuran antara pemuda dan sekutu melalui perundingan dengan pihak sekutu, yang membentuk Contact Committee.
Brigadir Mallaby, yang dikawal oleh Kapten Smith, Kapten Shaw, dan Letnan Laughland, tiba-tiba ditahan oleh sekelompok pemuda, dan konflik hebat meletus di antara kedua belah pihak. Mallaby tewas dalam kejadian ini, dan versi lain menyebutkan bahwa ia diserang oleh pemuda dengan menggunakan bayonet dan bambu runcing. Setelah kematian Mallaby, pasukan baru di bawah pimpinan Mayor Jenderal E.C Mansergh dikerahkan oleh sekutu.
Sekutu mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan warga Indonesia untuk menempatkan bendera merah putih di tanah dan pemuda diminta untuk menyerah dengan mengacungkan tangan dan setuju menandatangani surat penyerahan tanpa syarat. Perempuan dan anak-anak diinstruksikan untuk meninggalkan kota sebelum pukul 19.00 WIB. Pribumi diancam hukuman mati jika masih membawa senjata setelah pukul 06.00 pada tanggal 10 November 1945. Namun, ultimatum ini diabaikan oleh rakyat Surabaya dan menyebabkan pecahnya Pertempuran Surabaya.
Keesokan harinya, pada tanggal 10 November 1945 sejak pukul 06.00 WIB, pasukan Inggris melancarkan serangan atas kota Surabaya. Di tengah semangat berani rakyat Surabaya, pidato-pidato inspiratif dari Bung Tomo mendorong mereka untuk melawan penyerbuan sekutu.
notion image
Tanggal 10 November 1945, menjadi puncak perjuangan para pemuda Surabaya terhadap Inggris yang melancarkan serangan hebat, Surabaya tetap dipertahankan dengan gigih selama tiga minggu oleh para pemuda tersebut. Momentum tersebut menjadi hari bersejarah perjuangan Bung Tomo dan para pemuda dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman dalam dan luar negeri. Jika Pertempuran Surabaya dapat menjadi lambang perlawanan nasional karena berhasil mempersatukan seluruh masa dalam mengusir penjajah, maka hari ini peristiwa itu akan menginspirasi seluruh anak bangsa untuk selalu bersatu dan tidak mudah terpecah belah.